Kamis, 23 Jan 2025
Home
Search
Menu
Share
More
Juli kamalludin pada Berita
20 Jan 2025 11:54 - 6 menit reading

113 Orang di Gaza Tewas sejak Kesepakatan Gencatan Senjata Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 113 Orang di Gaza Tewas sejak Kesepakatan Gencatan Senjata,

113 Orang di Gaza Tewas Sejak Kesepakatan Gencatan Senjata

Kesepakatan gencatan senjata yang diumumkan antara Israel dan kelompok militan Palestina, khususnya Hamas, pada awalnya memberikan harapan akan adanya penghentian sementara dalam kekerasan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Namun, meskipun kesepakatan tersebut dibuat dengan tujuan untuk meredakan ketegangan dan mengakhiri serangan-serangan brutal di Gaza dan wilayah Israel, kenyataannya, situasi di lapangan tidak menunjukkan tanda-tanda perdamaian yang langgeng. Sejak pengumuman gencatan senjata, lebih dari seratus orang di Gaza tewas, dan banyak lainnya mengalami luka-luka. Kejadian ini memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah teramat mendalam di wilayah tersebut, memunculkan pertanyaan serius mengenai efektivitas upaya internasional dalam menghentikan kekerasan.

Latar Belakang Konflik Israel-Palestina

Konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik yang paling kompleks dan berlarut-larut dalam sejarah modern, yang telah berlangsung lebih dari tujuh dekade. Akar konflik ini dapat ditelusuri kembali pada pertengahan abad ke-20, ketika wilayah Palestina yang sebelumnya berada di bawah Mandat Inggris menjadi tanah yang diperebutkan oleh orang-orang Yahudi dan Arab. Pembentukan negara Israel pada tahun 1948 memicu gelombang besar pengungsi Palestina, yang hingga kini masih menjadi isu besar dalam upaya penyelesaian konflik.

Sejak saat itu, serangkaian peperangan, pemberontakan, dan serangan teror telah terjadi, baik antara negara Israel maupun kelompok militan Palestina seperti Hamas dan Jihad Islam, serta Fatah. Gaza sendiri, yang terletak di pantai timur Laut Mediterania, menjadi tempat pemukiman lebih dari dua juta warga Palestina yang hidup di bawah blokade Israel dan Mesir sejak tahun 2007, setelah Hamas merebut kekuasaan dari Fatah. Blokade ini telah menciptakan kondisi yang sangat sulit bagi warga Gaza, membatasi pergerakan barang dan orang, serta memperburuk ekonomi dan infrastruktur di wilayah tersebut.

Gencatan Senjata yang Rapuh

Gencatan senjata yang diumumkan antara Israel dan kelompok Hamas pada beberapa kesempatan sebenarnya merupakan hasil dari tekanan internasional yang mendesak kedua pihak untuk menghentikan kekerasan. Dalam banyak hal, gencatan senjata ini sering kali tidak bertahan lama, dan sering kali hanya memperhentikan serangan secara sementara sebelum kekerasan kembali meletus. Keberhasilan sementara ini lebih sering disebabkan oleh kepentingan politik atau kelelahan dari kedua belah pihak setelah bertempur selama beberapa minggu atau bulan. Namun, tanpa ada penyelesaian terhadap akar masalah yang mendalam, seperti klaim atas tanah, hak pengungsi, status Yerusalem, dan pembentukan negara Palestina, gencatan senjata hanya akan menjadi solusi jangka pendek yang rapuh.

Meskipun secara teknis gencatan senjata dimaksudkan untuk menghentikan serangan udara, penembakan artileri, dan roket dari Gaza, kenyataannya, serangan yang lebih terbatas masih terjadi. Setelah kesepakatan gencatan senjata diumumkan, kedua belah pihak masih saling menembakkan roket dan misil satu sama lain, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan lebih lanjut di Gaza dan wilayah Israel.

Korban Tewas di Gaza

Sejak diumumkannya kesepakatan gencatan senjata, lebih dari 113 orang di Gaza telah tewas. Mereka adalah warga sipil yang tidak terlibat langsung dalam pertempuran, termasuk banyak perempuan dan anak-anak. Serangan udara Israel di Gaza sering kali menargetkan fasilitas militer Hamas, namun akibatnya banyak warga sipil yang menjadi korban. Banyak rumah hancur, dan infrastruktur penting seperti rumah sakit, sekolah, dan jaringan listrik juga mengalami kerusakan parah, membuat situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk.

Penyebab utama dari jatuhnya korban jiwa adalah serangan udara Israel yang menargetkan infrastruktur militer, namun dalam banyak kasus, serangan tersebut juga mengenai area pemukiman warga sipil. Laporan dari berbagai organisasi internasional, termasuk PBB dan Human Rights Watch, menunjukkan bahwa banyak serangan yang menyebabkan kerusakan tidak hanya pada fasilitas militer, tetapi juga pada rumah-rumah tempat tinggal warga yang tidak terlibat dalam konflik.

Sementara itu, serangan roket dari Gaza juga menyebabkan beberapa korban di Israel, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Serangan roket ini sebagian besar ditujukan ke kota-kota Israel yang terletak di dekat perbatasan Gaza. Meskipun sistem pertahanan Iron Dome yang dimiliki Israel dapat mencegat banyak roket, beberapa roket masih berhasil mencapai sasaran, menyebabkan kerusakan dan korban jiwa.

Krisis Kemanusiaan yang Terus Memburuk

Selain jatuhnya korban jiwa, kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Gaza sudah lama berada dalam kondisi krisis akibat blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir. Blokade ini membatasi pergerakan barang dan orang, serta menghalangi akses ke kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan. Sebagai akibatnya, dua juta warga Gaza hidup dalam kemiskinan ekstrem, dengan tingkat pengangguran yang sangat tinggi, dan akses terbatas ke perawatan medis dan pendidikan.

Serangan militer yang berkelanjutan semakin memperburuk kondisi ini. Rumah sakit dan pusat kesehatan di Gaza kewalahan menghadapi jumlah korban yang terus bertambah, sementara persediaan obat-obatan dan peralatan medis hampir habis. Banyak fasilitas medis yang hancur atau rusak parah akibat serangan udara, sehingga menyulitkan upaya untuk memberikan perawatan kepada korban luka. Selain itu, banyak warga Gaza yang terpaksa tinggal di tempat-tempat penampungan yang tidak memadai, yang rentan terhadap penyebaran penyakit dan kondisi hidup yang sangat tidak layak.

Respons Internasional dan Tantangan Diplomasi

Komunitas internasional, termasuk PBB, Uni Eropa, dan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, telah berulang kali mengutuk kekerasan yang terjadi dan menyerukan gencatan senjata yang lebih permanen. Negara-negara Arab, seperti Mesir dan Qatar, juga berperan sebagai mediator dalam berbagai upaya untuk mencapai kesepakatan damai. Meskipun demikian, usaha-usaha diplomatik ini sering kali terhambat oleh ketegangan politik yang mendalam dan perbedaan kepentingan yang ada.

Dalam banyak kasus, ketegangan yang ada antara faksi-faksi Palestina sendiri, seperti Hamas dan Fatah, juga menjadi faktor yang mempersulit upaya perdamaian. Ketegangan ini memperburuk posisi Palestina dalam perundingan internasional, dengan beberapa negara mendukung salah satu faksi sementara yang lain mendukung faksi yang berbeda. Sementara itu, Israel juga menghadapi tekanan domestik untuk mempertahankan kebijakan keamanan mereka di Gaza, yang sering kali diartikan sebagai serangan militer yang lebih intens terhadap kelompok militan yang ada di wilayah tersebut.

Prospek Perdamaian yang Terus Tertunda

Meskipun banyak upaya diplomatik telah dilakukan untuk mencapai solusi damai, prospek perdamaian yang langgeng di Gaza dan Palestina secara keseluruhan masih tampak kabur. Tanpa ada kesepakatan menyeluruh mengenai isu-isu dasar seperti status Yerusalem, pengungsi Palestina, dan pembentukan negara Palestina yang merdeka, setiap gencatan senjata atau kesepakatan damai yang dicapai cenderung rapuh dan mudah runtuh.

Pentingnya peran masyarakat internasional dalam mendesak kedua belah pihak untuk melakukan dialog yang konstruktif tidak bisa diabaikan. Selain itu, perhatian terhadap kebutuhan kemanusiaan yang mendesak juga harus menjadi prioritas. Selama krisis kemanusiaan ini belum diatasi, perdamaian yang berkelanjutan akan sulit tercapai.

Penutupan

Kematian 113 orang di Gaza sejak kesepakatan gencatan senjata adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang menunjukkan betapa rapuhnya gencatan senjata yang diterapkan tanpa ada penyelesaian terhadap akar masalah yang mendalam. Setiap nyawa yang hilang adalah bukti betapa besarnya penderitaan yang dialami oleh warga sipil di Gaza. Dunia harus bekerja lebih keras untuk mencapai solusi damai yang adil, yang tidak hanya menghentikan kekerasan sesaat, tetapi juga menciptakan perdamaian yang langgeng dan menghormati hak-hak semua pihak yang terlibat.